13/02/2021

Empati Melampaui Menstruasi

Berempati Lewat Cawan Menstruasi yang Bernoda
Sumber: Kamera Pribadi

Tak pernah terpikirkan oleh saya sebagai perempuan usia produktif yang hidup di Indonesia untuk setiap bulannya mengenakan cawan menstruasi demi mengurangi sampah pembalut sekali pakai. Sekaligus sebagai individu yang tidak berafiliasi dengan kumpulan orang yang mengurangi sampah, saya bergerak dengan hati dan menjalaninya dengan sungguh-sungguh. Empati saya besar untuk para petugas sampah semenjak saya menggunakan cawan menstruasi. Begini singkat kisahnya sampai saya memutuskan menggunakan cawan menstruasi:

Siaran langsung instagram pada malam itu di akun instagram seorang perempuan Indonesia yang juga aktivis feminisme garis keras sedang mengenalkan kepada ribuan pengikutnya mengenai cawan menstruasi. Dengan sederhana, ia dan seorang kawannya berwarganegara Australia itu menjelaskan fungsi dan cara kerja cawan menstruasi. Mereka berdua melakukan tutorial melipat cawan menstruasi yang mereka contohkan dengan kertas bekas karena mereka sedang tidak membawa fisik si cawan. Meskipun sudah dicontohkan saya masih asing dengan benda itu. Lalu seperti ungkapan mestakung atau semesta mendukung, saya tidak sengaja melihat akun Sustaination yang ternyata menjual cawan menstruasi asal Kanada. Saat itu sepertinya ada potongan harga sebagai harga pengenalan cawan mestruasi di Indonesia di pertengahan tahun 2018 itu sehingga saya langsung memesannya tanpa pikir panjang bagaimana saya dapat menggunakannya nanti ketika saya menstruasi.

Sumber: Email Pribadi

Alhasil pada saat saya menstruasi, saya sama sekali tidak bisa memakainya hingga bulan kedua menstruasi dan mencari jalan lain dengan menggunakan pembalut kain yang dapat dicuci dan digunakan berulang kali. Saya masih mencoba hingga lima bulan berikutnya dengan tetap latihan pakai cawan menstruasi. Hingga tiba saatnya saya berpapasan dengan poster acara Sustaination yang mengangkat topik cawan menstruasi dengan seluruh pemantiknya adalah perempuan dan mereka seolah membagi tugas dalam menjelaskan soal menstruasi dan alat-alat menstruasi hingga hubungannya dengan lingkungan. Singkat cerita, dalam waktu yang tidak lama setelah beberapa hari dari acara tersebut saya menstruasi dan akhirnya berhasil menggunakan cawan menstruasi yang sudah saya beli berbulan-bulan sebelumnya. Memang sangat perlu diakui bahwa di Indonesia sangat butuh penguatan dari luar seperti bertemu ahlinya dan membicarakan cawan menstruasi sehingga orang-orang yang sempat tak berhasil menggunakannya seperti saya mampu percaya diri dalam menggunakan cawan menstruasi mengingat pada tiga tahun lalu cawan menstruasi yang masih pro dan kontra di Indonesia.

Meskipun kawasan di mana saya tinggal tidak menyediakan fasilitas pemilahan sampah seperti yang YPBB (Yayasan Pengelolaan Biosains dan Bioteknologi) sudah lakukan di Bandung dan Cimahi maka saya memilahnya sendiri dan mengompos sampah organik milik saya. Hal paling besar bagi saya selain mulai mengompos adalah mengganti pembalut sekali pakai yang sangat amatlah jorok jika tidak dilakukan perawatan dengan sungguh. Sangatlah jorok bagi rumah tempat saya tinggal dan terlebih lagi bagi petugas kebersihan yang mengangkut sampah pembalut sekali pakai para perempuan. 

Seperti yang dilansir dalam artikel daring empat halaman yang diterbitkan oleh FIXINDONESIA.COM sungguhlah membuat bergidik. Judulnya "Tumpukkan Limbah Pembalut Memupuk Kerusakan Lingkungan" itu sangat membuka mata bahwa mediapun luput dalam memberitakan persoalan limbah pembalut sekali pakai dan menjadi momok yang setiap hari dialami oleh petugas sampah kita yang tidak manusiawi.

Saya dapat katakan mengganti pembalut sekali pakai memang adalah salah satu cara memanusiakan manusia. Manusia yang dimaksud adalah diri kita sendiri karena banyak pula kandungan tidak baik bagi kesehatan dalam pembalut sekali pakai.

Apa Saja yang Ada Pada Pembalut Sekali Pakai?
Sumber: Sustaination.com

Begitu pula dengan para pekerja kebersihan yang kita tidak sadari sudah tidak memanusiakan mereka, seringkali saya terusik dengan artikel dan video yang saya lihat mengenai jam kerja petugas kebersihan yang mengalahkan buruh kantoran dan pabrik padahal kami semua sama-sama buruh. Sungguh tidak layak dengan jam kerja setiap harinya dan upah yang mereka terima dalam pekerjaan pengelolaan sampah.

Semoga semakin bertambah individu yang mau tergerak walaupun dengan pelan namun konsisten demi manusia-manusia lain, jangan jauh memikirkan akan penyelamatan planet Bumi jika orang lain di sekitar kita belum sama bahagianya dengan kita. Sesederhana beralih ke pembalut pakai ulang maupun cawan menstruasi.

Rusun dan Kompos

Dari sebuah Talk Show bertemakan Zero Waste Cities: Cegah Tragedi Leuwihgajah Terulang, oleh salah satu narasumber tersampaikanlah sebaris kalimat sederhana yang keluar dari perkataan seorang petugas sampah ketika warga yang sampahnya ia angkut sudah mulai memilah sampah yang membuat saya terharu: 

"Baju saya sudah enggak pernah bau sampah lagi ketika saya bekerja"

Sebegitunya momok sebagai petugas sampah yang luput dari pengetahuan kita. Tidak semua orang dapat kuat memikul beban kerja sebagai petugas sampah sehingga bagi saya hanya orang-orang terpilih dan ikhlas sajalah yang mampu mengerjakan pekerjaan mulia ini. Sementara di sisi lain jika ada iuran atau retribusi sampah misal naik seribu rupiah saja protes warga bisa menguap berlebihan tetapi sangat disayangkan sampah di rumah kebanyakan warga tercampur sehingga membuat petugas sampah yang kena imbasnya. Ibarat kata, "yang punya sampah siapa, yang kebagian bau busuknya siapa". Pasti sedih dan tak nyaman berada di posisi para petugas sampah namun pekerjaan ini tetap harus diemban demi keberlangsungan hidup mereka.

Hmmm.. Sempat terpikirkan sepertinya kita bisa deh pelan-pelan mengakhiri ketidakadilan dalam bekerja seperti yang dialami para petugas sampah. Salah satunya dengan memisahkan sampah organik dari rumah yang adalah sumber dari ketidaknyamanan dalam bekerja seorang petugas sampah di lapangan. Sebenarnya kita semua dapat memisahkan sampah organik dengan cara memilah sampah mana saja yang bisa diolah lagi dan mana saja yang berakhir di TPA (tempat pembuangan akhir). Sayangnya belum banyak yang mengetahui bahwa sampah organik dari rumah tangga itu bisa diolah lagi untuk menyuburkan tanah yaitu dengan cara pengomposan sampah organik, baik itu dilakukan secara individu maupun kolektif bersama para warga di kawasan tempat kita tinggal. Mongompos secara individu memang sudah baik namun akan berdampak lebih luas ketika dilakukan secara gotong royong dengan satu tujuan yaitu lingkungan yang asri yang berkeadilan. Kalau lingkungan makin asri seharusnya petugas sampah juga ikut senang dong ya, biar adil kan hihihi sama-sama senang.

Namun jika hidup di tengah kota Jakarta mungkin masih sulit menemukan kumpulan warga yang mau mengelola sampah organik secara bersama. Tapi itu tidak menjadi alasan untuk tidak memulai, bukan? Jika tidak memiliki kawasan yang mendukung untuk memilah sampah rasanya tidak apa bila dimulai sendirian, tetaplah semangat! 💊 Karena sayapun begitu. Saya hidup di tengah kota Jakarta tepatnya di sebuah rumah susun (rusun) subsidi pemerintah di bilangan Kemayoran dan tidak mempunyai pekarangan sendiri yang akibatnya adalah hanya ada lahan yang super kecil untuk melakukan kegiatan bercocok tanam dan sejenisnya. Saya mencoba tidak berkecil hati karena iri sekali dengan masyarakat yang mempunyai rumah horizontal yang lahannya manusiawi untuk menanam bermacam tumbuhan dan tentunya mengompos. 

Tampak dari Atas: Lahan Saya Mengompos di Rusun
Sumber: kamera pribadi

Dengan lahan kecil itu saya ternyata masih dapat mengompos lho! Saya sendiri juga heran. Berikut beberapa langkah untuk mulai memilah sampah dari rumah susun, mari simak bersama yaa!

Pertama, kumpulkan wadah bekas ukuran sedang hingga besar. Tujuannya untuk menjadi "tempat sampah organik" kita. Jadi ketika kita melakukan proses apapun itu yang menghasilkan sampah organik dapat kita kumpulkan di wadah bekas yang sudah kita siapkan itu.

Kedua, siapkan daun pisang atau daun apapun yang ada dan jika tidak ada dedaunan boleh juga kertas bekas. Daun atau kertas bekas ini bisa menjadi alas pada dasar wadah bekas yang sudah kita siapkan. Sebelum-sebelumnya saya tidak memakai alas sehingga sampah organik yang menempel selama satu minggu akan sulit dibersihkan padahal wadah tersebut akan dipakai lagi. Jadi lebih baik wadahnya juga kembali bersih sehingga kitapun nyaman dalam mengumpulkan sampah organik kita.

Ketiga, kita hanya tinggal menunggu seberapa banyak sampah organik terkumpul. Banyaknya tergantung dengan keinginan kita pribadi. Kalau saya biasanya dikumpulkan sampai semua wadah penuh dengan sampah organik yang kira-kira waktu tunggu selama satu sampai dua minggu. Dan usahakan tidak menaruh di dalam ruangan yang ventilasinya kurang baik karena akan menghasilkan aroma tersendiri dari sampah organik kita yang mungkin akan mengganggu penghuni rumah.

Sampah Organik + Air Cucian Beras (Sebagai Aktivator) Selama Seminggu
Sumber: Kamera Pribadi

Keempat, ketika semua sampah sudah terkumpul maka dapat langsung kita bawa ke pekarangan yang tentunya lahan bertanah sehingga sampah organik kita mengurai sebagaimana mestinya. Kemudian yang kita lakukan adalah menggali! Menggali bisa dilakukan oleh siapa saja tidak harus laki-laki kan? 😄 Semangat menggali tanahnya, gali sedalam yang kita butuh sesuai banyaknya sampah organik kita. Jadi ukuran kedalaman galian tanah itu tidak pasti karena banyaknya sampah sering berbeda-beda dan yang terpenting sampah organik kita masuk dan tanah benar-benar menutupinya dengan sempurna.

Proses Menggali Tanah untuk Sampah Organik
Sumber: YPBB

Terakhir, kita kembali ke rumah dan membersihkan lagi wadahnya. Jangan lupa semua wadah dikeringkan ya.. Dan kita mengulang lagi ke langkah pertama! Itulah yang disebut berkelanjutan sehingga tidak akan pernah putus untuk terus memilah sampah dari rumah 😁 Semangatnya juga tak putus ya!

Setelah menjalaninya bertahun-tahun tanpa saya sadari dengan mengompos ternyata saya sudah mulai berempati dengan para petugas sampah lho! Karena saya sudah mengurangi beban kerja mereka yang sebenarnya bukan bagian kerja mereka sih. Lho kok? Iya, karena memilah sampah adalah tugas saya yang memproduksi sampah.

Para petugas sampah pasti akan sedikit berbahagia jika saya dan kamu mulai memilah sampah, jadi enggak ada lagi tuh ceritanya baju petugas sampah yang bau seusai bekerja ya 😊 Dan satu lagi, mari berdoa semoga penduduk kota seperti saya dan mungkin kamu yang sedang membaca segera mendapat support system yang juga ikut memilah sampah bersama-sama seperti kawasan yang sudah menjadi Zero Waste Cities yaitu Bandung dan Cimahi. Aamiin. ^_^

08/02/2021

Ulasan Multipurpose Oil "Mantra" Seasters Project

Siapa nih yang lagi cari pelembab tapi males beli online shop karena banyak sampah plastik sekali pakai dan belum tentu komposisinya oke punya? Siniii, gue punya rekomendasi dan ulasan karena gue udah pernah pakai juga hihi dijamin ga bakal nyampah berlebihan dan produknya bagus karena untuk semua tipe kulit!

Cerita yaa gue.. Leher gue suka gatal karena keringetan dan bisa berlangsung lama, hilang, dan kembali lagi. Sedih karena ganggu banget. Dah dikasih salep mengandung steroid sih oke, tapi nanti gatel lagi. Lagipula enggak bagus pakai steroid dalam waktu yang lama.


Waktu itu Kak Nabila lagi bagi-bagi hadiah sabun kek random gitu trus gue dapet dan ga tau ada minyak ini (pantesan ditanya ttg kondisi kulit waktu itu). Aneh banget emang. Gue akui, emang gue orangnya oportunitis dan juga suka dapat sesuatu yang ga gue harapkan/yang gue pun udah lupa.

Gue dapet sample minyak segala tujuan (bahasa Inggrisnya multipurpose oil) untuk segala jenis kulit, dikasih nama MANTRA oleh Kak Nabila. Karena bisa buat apa aja, semuka sebadan bole! Ya jangan juga untuk dressing salad cuy, kan ini isinya JOJOBA (bacanya: hohoba), SUNFLOWER SEED, APRICOT, ARGAN, FRANKINCENSE, GERANIUM, LAVENDER, CLARY SAGE, & VIT E (sebagai pengawet alaminya, biar umurnya lebih panjang). Gils, itu deretan minyak yang enggak murah dan diharapkan jadi mantra bagi semua penggunannya. Hihi tentu mantra untuk kebaikan ataupun kesembuhan. Aromanya calming pun, enak banget. Pakainya abis cuci muka pas muka masih setengah basah yak biar nyaman feel lembabnya dibanding di kulit yang udah dikeringkan.

Kekurangannya di kemasan, akan sulit dibuka bagi yang belum terbiasa dengan model tutup seperti ini. Tapi emang jadi aman banget sebenarnya karena ga mudah terbuka. Jadi dualisme ya, kekurangan atau kelebihan tuh? Hehe

Karena waktu itu gue bermasalah dg kulit leher ada baiknya gue manfaatkan 10ml MANTRA ke kulit leher aja jadi fokus gitu pakainya. Dan itu ngefek banget. Kulit leher gue kalem pake banget. Jadi MANTRAnya waktu itu belum loncing, gengs! Gue dan beberapa teman Kak Nabila bisa coba dulu, jadi sudah pasti MANTRA itu cruelty free karena individu yang nyoba sebelum dijual secara komersil adalah para hooman.

Disclaimer: Pas beneran loncing di e-commerce tuh dapet harga perkenalan, jadi sekarang udah enggak. ðŸĪŠ

Akun instagram: @seastersproject
Harga: Rp110.000 (saat itu diskon jadi Rp80.000)
Ukuran: 30ml
Multipurpose Oil Mantra Seasters Project

Ulasan Hand and Body Lotion "Ayurveda" Make and Sense

Pecinta hand and body lotion yang wangi dan komposisinya maunya natural, siapa hayo? Siniii mampir baca bentaran yaa, ada sedikit ulasan dari gue. Dan penjual oke banget, walaupun jualan online mereka enggak bikin kita numpuk sampah di rumah karena pengemasannya seminim mungkin menghasilkan sampah.

Mari baca cerita gue yaa... Bertahun-tahun gue ga punya lotion dan akhirnya memutuskan untuk membeli dari @organicbeauty.id. Beliau seringkali mengulas produk natural dan organik di akun instagramnya. Kini ia menelurkan produknya sendiri yang ia beri nama Make and Sense. Dan lotion ini terhitung produk yang belum lama diluncurkan di Tokopedia namun gue tertarik membeli karena aromanya. Sementara untuk formula serta tekstur sudah gue yakinkan itu bakalan nyaman dan aman (^_-)


Aromanya yang mengingatkan akan melati ini sangat gue idamkan di produk-produk skinker dan bodiker karena ga semua yang punya pilihan aroma melati. Karena aroma melati didapat dari minyak atsiri yang harganya belasan juta, ga kebayang produk yang pakai aroma melati itu harganya berapa. Alternatifnya adalah aroma kembang srigading yang aromanya mirip melati, magis-magisnya sama. Jadi keinget jalan kaki sendirian malem-malem di Gorontalo gue nyium aroma kayak melati tapi bukan melati, bikin merinding wkwk gue udah ngira diikutin kuntilanak. Pas gue samperin sumber bebauan, ini bukan pohon melati tapi srigading dan sama-sama aja bikin merinding.

Si lotion emang cakep banget dari segi tekstur. Ia ringan sehingga mudah menyerap dan tidak bikin lengket.

Kekurangannya dari segi kemasan, labelnya luntur, cuma gue ga peduli. Ada juga yang bilang pump keluarnya seret, gue juga ga terlalu peduli. Karena punya gue ga seret wkwkwkwk maaf. Ga banyak emang yang keluar, tapi kan jadi irit cuyyy. Lebih irit kalo punya 300 ml dan lebih murah jadinya.

Akun instagram: @makeandsense
Harga: Rp92.500
Isi: 100ml
Lotion Make and Sense varian Ayurveda